Magelang adalah sebuah Kota dan Kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Ibukota Kabupaten ini adalah Kota Mungkid. Magelang juga memiliki wilayah daerah kota karisidenan yang berada di tengah wilayah Kabupaten. Magelang berada di cekungan sejumlah rangkaian pegunungan disekelilingnya. Pada bagian tengah mengalir Kali Progo beserta anak-anak sungainya menuju selatan. Di Kabupaten Magelang juga terdapat Kali Elo yang membelah dua wilayah ini.
Magelang terkenal dengan kota
yang bersih dan rapi. Prestasi yang diraih Kota Magelang berupa piala Adipura
tahun 2012 merupakan prestasi yang sangat membanggakan. Namun, siapa tahu
beberapa tahun lalu Magelang pernh berurusan dengan sampah yang sangat
mengganggu mereka. Sampah memang akan menjadi sosok yang menakutkan jika tidak
dikelola dengan baik. Untuk melakukan pengelolaan sampah agar menjadi sesuatu
yang bisa bermanfaat, membutuhkan kesadaran semua pihak, baik kebijakan
pemerintah daerah yang lebih peduli terhadap sampah maupun kesadaran dari
masyarakatnya. Jika kesadaran masyarakat terhadap sampah sangat minim, maka
sampah akan selalu menimbulkan permasalahan baru.
Setidaknya di Kota Magelang ini
volume pembuangan sampah perharinya terus mengalami kenaikan sejalan dengan
terus bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan hidup yang otomatis juga
semakin tinggi.Dengan luas hanya 18 kilometer persegi, Kota Magelang memiliki
masalah serius dengan sampah. Saat ini, tempat pengelolaan sampah akhir (TPSA)
Banyuurip yang ada di Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang sudah penuh.
Diperkirakan dalam dua tahun mendatang bakal overload. Karena itu, Dinas Kebersihan
Pertamanan dan Tata Kota (DKPTK) Pemkot Magelang berencana meminimalisir sampah
sejak hulu. Saat ini, volume pembuangan sampah yang mampu terangkut ke tempat
pembuangan akhir (TPA) di Kota Magelang telah mencapai 300 meter kubik lebih
perhari. Sedangkan jumlah sampah yang tidak bisa terangkut ke TPA besarnya
mencapai 10 persen dari volume pembuangan sampah. Dengan jumlah sampah sebanyak
itu, tentunya akan semakin mengikis ketersediaan lahan di TPA. Bukan tidak
mungkin 3-4 tahun lagi ketersediaan lahan untuk sampah di TPA akan penuh
sehingga harus dilakukan pengerukan tumpukan sampah agar TPA tetap bisa
digunakan lagi.
Caranya, dengan mereduksi
melalui pengadaan bank-bank sampah di setiap RT/ RW. Secara hitungan matematis,
dalam dua tahun mendatang sudah overload. Maka, berbagai cara dilakukan untuk
meminimalisir kiriman sampah ke TPSA Banyuurip. Salah satunya mereduksi di
sektor hulu. Eri melanjutkan, pasokan sampah ke TPSA Banyuurip rata-rata 30
truk setiap hari. Dengan pola reduksi pada hulu, setidaknya sampah yang masuk
bisa dikurangi sekitar 10 truk per hari. Upaya penggarapnya dilakukan di setiap
RT/RW dengan memaksimalkan bank sampah. Selanjutnya, diserahkan pengepul untuk
didaur ulang. Artinya, sampah tidak langsung ditumpuk di TPSA,. Ada pengelolaan
di tingkat hulu lebih dulu. Saat ini beberapa kelurahan sudah merealisasikan
program ini. Seperti Kelurahan Kramat Utara, Jurangombo Selatan, Rejowinangun
Utara, dan Potrobangsan.“Cara mengelola dengan bank sampah dan mengkoordinir
pengepul, diperkirakan TPSA Banyuurip masih bertahan hingga lima tahun ke
depan,” katanya menghitung.
TPSA Banyuurip sebenarnya masih bisa dimanfaatkan cukup lama. Sebab tumpukan sampahnya masih bisa diratakan, karena ketebalan baru satu meter. Sesuai ketentuan, TPA yang tidak layak adalah sampah yang menumpuk lebih dari delapan meter ketebalannya. Keberadaan TPSA Banyuurip telah menzalimi masyarakat Tegalrejo Kabupaten Magelang. Sudah terbukti secara ilmiah, tiga titik sumur di sekitar TPSA masih bisa dimanfaatkan airnya. Saat ini, tiga titik sumur pantau tersebut airnya masih bisa digunakan. Bahkan , bisa dikonsumsi sebagai air minum dan mencuci petugas di TPSA. keseluruhan lahan seluas delapan hectare terbagi dalam lima zona. Saat ini, hanya tersisa satu zona. Satu zona tersebut bukan hanya dimanfaatkan sebagai pembuangan sampah dari Kota Magelang saja, namun juga dari kabupaten. Seperti kiriman sampah dari Tegalrejo, Mertoyudan, Secang, dan Akmil.
TPSA Banyuurip sebenarnya masih bisa dimanfaatkan cukup lama. Sebab tumpukan sampahnya masih bisa diratakan, karena ketebalan baru satu meter. Sesuai ketentuan, TPA yang tidak layak adalah sampah yang menumpuk lebih dari delapan meter ketebalannya. Keberadaan TPSA Banyuurip telah menzalimi masyarakat Tegalrejo Kabupaten Magelang. Sudah terbukti secara ilmiah, tiga titik sumur di sekitar TPSA masih bisa dimanfaatkan airnya. Saat ini, tiga titik sumur pantau tersebut airnya masih bisa digunakan. Bahkan , bisa dikonsumsi sebagai air minum dan mencuci petugas di TPSA. keseluruhan lahan seluas delapan hectare terbagi dalam lima zona. Saat ini, hanya tersisa satu zona. Satu zona tersebut bukan hanya dimanfaatkan sebagai pembuangan sampah dari Kota Magelang saja, namun juga dari kabupaten. Seperti kiriman sampah dari Tegalrejo, Mertoyudan, Secang, dan Akmil.
Meski pemerintah sudah berusaha
maksimal untuk memanfaatkan TPSA yang ada, tetapi peran masyarakat juga sanagt
penting untuk menanggulangi masalah sampah ini. Jika kesadaran masyarakat untuk
mendaur ulang sampah bisa terwujud, maka pemerintah akan membantu mempromosikan
hasil daur ulang tersebut. Tetapi kesadaran masyarakat untuk mendaur ulang
sampah masih sangat rendah, sehingga sampah tetap menjadi sesuatu yang tidak
berguna. Ke depan nanti masyarakat bisa mulai memiliki pemikiran untuk
memproduksi sampah, sehingga sampah bukan lagi menjadi sesuatu yang dihindari
tetapi bisa menjadi sesuatu yang dicari.
Sumber :
Sumber gambar :
https://www.google.co.id/dionbernabeu.blogspot.com/magelangku-magelang-kota-harapan.html
0 komentar:
Posting Komentar