Pertumbuhan
industri pulp dan kertas di Indonesia sungguh menakjubkan. Kapasitas produksi
industri kertas pada tahun 1987 sebesar 980.000 ton, kemudian tahun 1997
meningkat tajam menjadi 7.232.800 ton. Bila memperhitungkan rencana perluasan
dan investasi baru pada tahun 1998-2005 maka kapasitas produksi industri kertas
sampai dengan akhir tahun 2005 dapat bertambah menjadi 13.696.170 ton (APKI
Direktori, 1997).
Demikian
juga halnya dengan industri pulp. Pada tahun 1987 kapasitas produksi industri
pulp baru mencapai 515.000 ton, kemudian tahun 1997 meningkat menjadi 3.905.600
ton. Sementara itu, pada tahun 1998-1999 telah direncanakan penambahan
kapasitas produksi sebesar 1.390.000 ton. Dengan demikian, pada akhir tahun
1999 total kapasitas produksi industri pulp dapat mencapai 5.295.600 ton.
Penambahan kapasitas produksi oleh industri pulp yang sudah ada dan adanya
rencana investasi baru pada tahun 2000 - 2005 akan menambah kapasitas produksi
industri pulp pada akhir tahun 2005 menjadi total 12.745.600 ton.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa peran industri pulp dan kertas bagi perekonomian
Indonesia sangat strategis, pengusahanya mendapatkan keuntungan besar. Dengan
tidak mengimpor pulp dan kertas tentu akan menghemat cadangan devisa yang
belakangan ini surut akibat krisis ekonomi. Selain itu, industri pulp mampu menciptakan
lapangan kerja baru. Namun demikian, apakah arti semuanya itu bila kehidupan
kita terancam akibat semakin rusaknya hutan alam Indonesia? Apakah berbagai
kerugian yang terjadi (biaya lingkungan dan biaya sosial yang timbul) dapat
dibayar dengan keuntungan yang diperoleh? Penulis merekomendasikan kepada
pemerintah agar pabrik pulp dan kertas hanya diijinkan beroperasi bila sudah
ada kepastian sumber bahan baku kayu pulp yang berasal dari Hutan tanaman. Oleh
karena itu, keberhasilan pembangunan HTI harus diwujud-nyatakan. Pasokan bahan
baku kayu untuk industri pulp dari hutan alam (kayu IPK) harus segera
dihentikan. Untuk industri pulp yang telah beroperasi bahan bakunya harus
diimpor (misalnya dari Australia atau New Zealand), sampai panen HTI-pulp mencukupi.
Dengan demikian, ancaman kerusakan hutan alam Indonesia dapat dikurangi [TM
Juni 2000].
0 komentar:
Posting Komentar